Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Pages

Blogger templates

dengan tulisan aku mencoba untuk bermanfaat, dengan tulisan aku mencoba berkarya

Categories

RSS

A Good Citizen : Menumbuhkan Kesadaran Diri Tanpa Menunggu Lambatnya Uluran Tangan Pemerintah.




A Good Citizen : Menumbuhkan Kesadaran Diri Tanpa Menunggu Lambatnya Uluran Tangan Pemerintah.

Memang, masih banyak masalah yang kita hadapi untuk membangun negara lebih baik lagi. Kecacatan-kecacatan Indonesia, masalah-masalah lama yang tak kunjung usia sedikit banyak kitalah khususnya sebagai generasi muda yang akan memberbaikinya. Terutama kita sebagai mahasiswa dipercaya untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi. Tentu bukan kita sebagai mahasiswa saja yang harus bertanggungjawab atas kecacacatan dan masalah negari ini. Tetapi, kita semua sebagai warga negara yang akan menyelesaikan dan menyempurnakan negara ini. Membangun Indonesia untuk lebih baik lagi tentu bukan perkara mudah dan singkat, disaat negara kita masih banyak masalah yang berjejer untuk segera diselesaikan.
Indonesia dibangun tentu saja bertujuan untuk memberikan rasa sejahtera, aman, tentram, dan nyaman untuk semua warga negaranya. Indonesia tercipta tentu saja diikuti pula dengan terciptanya peraturan-peraturan yang mengatur warga negaranya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tak banyak dari kita yang mengabaikan hal tersebut, kita selalu menuntut kesejahteraan, keamanan, kenyamanan pada negeri ini. Tetapi hal tersebut  diikuti dengan selalu mengabaikan peraturan-peraturan yang sudah dibuat untuk kita dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. Singkatnya, kita selalu menuntut pemerintah untuk terus bertindak, tapi kita sendiri masih terus diam.
Banyak masalah sepele, tetapi pada akhirnya menjadi masalah besar dan itu masih disebabkan oleh sikap diam kita terhadap peraturan yang telah dibuat. Misalnya saja, masalah kemacetan yang banyak terjadi di kota-kota besar, salah satu penyebabnya adalah kita sendiri yang kadang tidak mematuhi peraturan yang ada. Pemerintah sudah memberikan peraturan tentang rambu lalu lintas yang bertujuan untuk menertertibkan kita, pemerintah telah mencanangkan untuk pengurangan kendaraan pribadi di jalan dan beralih ke  kendaraan umum dengan dalih mengurangi kemacetan. Apakah kita sudah menaatinya? Masih banyak dari kita yang mengabaikan hal tersebut. Meskipun perlu diakui jika pemerintah kita, memang selalu memberikan wacana dan peraturan tanpa diimbangi dengan fasilitas dan sarana yang baik untuk menjalankan peraturan tersebut. Tetapi apakah kita terus menunggu dan menunggu hal itu? tentu tidak.
Kesadaran diri tentu sangat dibutuhkan untuk sedikit menyelesaikan masalah yang telah terjadi dan akan terjadi. Jika kita terus menunggu dan menggantungkan masalah tersebut pada pemerintah tentu masalah itu takkan perna usai. Bayangkan saja, jika kita semua punya kesadaran diri tanpa mendahulukan egoisitas, tentu negara kita akan sangat terasa tentran dan nyaman. Tidak ada rasa saling menyalahkan dan disalahkan atas mesalah yang terjadi, tapi adanya kesadaran diri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya saja masalah kemacetan, jika semua orang punya kesadaran diri untuk menaati rambu lalu lintas dan mengurangi kendaraan pribadi untuk beralih ke kendaraan umum tentu kemacetan akan terselesaikan. Masalah banjir, lingkungan yang rusak, maupun masalah air tercemar jika kita semua punya kesadaran diri untuk tidak membuang sampah sembarangan seperti di sungai tentu masalah-masalah tersebut sedikitnya akan terselesaikan. Tanpa menunggu tindakan pemeritah dan terus menuntut pemerintah untuk menyelesaikan hal tersebut.
Masalah yang terjadi banyak ditimbulkan oleh kurangnya kesadaran diri dan besarnya egoisitas. Jika setiap warga negara Indonesia mempunyai kesadaran diri tentu dari kesadaran diri akan menjadi kesadaran kolektif yang dijunjung tinggi oleh semuanya. Singkat kata, untuk menjadi warga negara yang baik adalah selalu menumbuhkan kesadaran diri, berawal dari kita dan untuk kita semua.


Memang, masih banyak masalah yang kita hadapi untuk membangun negara lebih baik lagi. Kecacatan-kecacatan Indonesia, masalah-masalah lama yang tak kunjung usia sedikit banyak kitalah khususnya sebagai generasi muda yang akan memberbaikinya. Terutama kita sebagai mahasiswa dipercaya untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi. Tentu bukan kita sebagai mahasiswa saja yang harus bertanggungjawab atas kecacacatan dan masalah negari ini. Tetapi, kita semua sebagai warga negara yang akan menyelesaikan dan menyempurnakan negara ini. Membangun Indonesia untuk lebih baik lagi tentu bukan perkara mudah dan singkat, disaat negara kita masih banyak masalah yang berjejer untuk segera diselesaikan.
Indonesia dibangun tentu saja bertujuan untuk memberikan rasa sejahtera, aman, tentram, dan nyaman untuk semua warga negaranya. Indonesia tercipta tentu saja diikuti pula dengan terciptanya peraturan-peraturan yang mengatur warga negaranya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tak banyak dari kita yang mengabaikan hal tersebut, kita selalu menuntut kesejahteraan, keamanan, kenyamanan pada negeri ini. Tetapi hal tersebut  diikuti dengan selalu mengabaikan peraturan-peraturan yang sudah dibuat untuk kita dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. Singkatnya, kita selalu menuntut pemerintah untuk terus bertindak, tapi kita sendiri masih terus diam.
Banyak masalah sepele, tetapi pada akhirnya menjadi masalah besar dan itu masih disebabkan oleh sikap diam kita terhadap peraturan yang telah dibuat. Misalnya saja, masalah kemacetan yang banyak terjadi di kota-kota besar, salah satu penyebabnya adalah kita sendiri yang kadang tidak mematuhi peraturan yang ada. Pemerintah sudah memberikan peraturan tentang rambu lalu lintas yang bertujuan untuk menertertibkan kita, pemerintah telah mencanangkan untuk pengurangan kendaraan pribadi di jalan dan beralih ke  kendaraan umum dengan dalih mengurangi kemacetan. Apakah kita sudah menaatinya? Masih banyak dari kita yang mengabaikan hal tersebut. Meskipun perlu diakui jika pemerintah kita, memang selalu memberikan wacana dan peraturan tanpa diimbangi dengan fasilitas dan sarana yang baik untuk menjalankan peraturan tersebut. Tetapi apakah kita terus menunggu dan menunggu hal itu? tentu tidak.
Kesadaran diri tentu sangat dibutuhkan untuk sedikit menyelesaikan masalah yang telah terjadi dan akan terjadi. Jika kita terus menunggu dan menggantungkan masalah tersebut pada pemerintah tentu masalah itu takkan perna usai. Bayangkan saja, jika kita semua punya kesadaran diri tanpa mendahulukan egoisitas, tentu negara kita akan sangat terasa tentran dan nyaman. Tidak ada rasa saling menyalahkan dan disalahkan atas mesalah yang terjadi, tapi adanya kesadaran diri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya saja masalah kemacetan, jika semua orang punya kesadaran diri untuk menaati rambu lalu lintas dan mengurangi kendaraan pribadi untuk beralih ke kendaraan umum tentu kemacetan akan terselesaikan. Masalah banjir, lingkungan yang rusak, maupun masalah air tercemar jika kita semua punya kesadaran diri untuk tidak membuang sampah sembarangan seperti di sungai tentu masalah-masalah tersebut sedikitnya akan terselesaikan. Tanpa menunggu tindakan pemeritah dan terus menuntut pemerintah untuk menyelesaikan hal tersebut.
Masalah yang terjadi banyak ditimbulkan oleh kurangnya kesadaran diri dan besarnya egoisitas. Jika setiap warga negara Indonesia mempunyai kesadaran diri tentu dari kesadaran diri akan menjadi kesadaran kolektif yang dijunjung tinggi oleh semuanya. Singkat kata, untuk menjadi warga negara yang baik adalah selalu menumbuhkan kesadaran diri, berawal dari kita dan untuk kita semua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fakta Sosial “Durkheim” Sebagai Teori Positivistik



METODE PENELITIAN KUANTITATIF
KAJIAN BUNUH DIRI DALAM POSITIVISTIK


Nama Kelompok       :          
Fauziah Putri Septiana (14/365821/SP/26324)
                                                Firdaus R.A.               (14/365753/SP/26315)
Kholis Dana Prabowo (14/369578/SP/26483)
Mico Pandhu S.          (14/365864/SP/26329)
Rani Dwi Putri            (14/365728/SP/26307)
                                                Siti Nuraniyah             (14/365739/SP/26311)

Dosen Pembimbing   :
         Deshinta Dwi Asriani, S.Sos. MA

UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
SOSIOLOGI
2015




Fakta Sosial  “Durkheim” Sebagai Teori Positivistik

Emile Durkheim adalah satu dari beberapa tokoh sosiologi dengan pusat perhatiannya pada hal-hal yang bersifat makro. Pusat perhatiannya berkisar pada sistem yang mempengaruhi tindakan individu. Teori yang paling terkenal dari bapak yang lahir di Epinal, Prancis ini adalah tentang fakta sosial. Durkheim (1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan sosiologi haruslah berupa studi atas fakta sosial (Gane, 1988 ; Gilbert, 1994)1. Fakta sosial diartikan sebagai struktur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada di luar dan memaksa aktor (Ritzer, 2014:81). Durkheim juga membagi fakta sosial menjadi dua kategori yaitu  fakta sosial material seperti teknologi, hukum, perundang-undangan dan fakta sosial nonmaterial terdiri dari norma, moral, atau budaya.
Dari studinya yang paling fenomenal adalah studi kasusnya mengenai tingkat bunuh diri di berbagai kelompok. Dari hasil studi kasus tersebut maka Durheim dapat memperkuat teori yang dia bangun sehingga teori fakta sosial termasuk dalam positivistik. Mengapa demikian?.  Untuk menjawab pertanyaan yang ada, perlu kita galih lebih dalam lagi mengenai apa yang dimaksud dengan positivistik.
Kata positivis pertama di populerkan oleh bapak sosiologi kita yaitu August Comte yang terkenal dengan 3 tahap perkembangan manusia teologi, metafisis, dan positiv. Positivistik sendiri merujuk pada fenomena sosial yang harus menggunakan teknik ilmiah sama sebagaimana yang digunakan pada ilmu alam (Ritzer,2014:15). Positivistik bisa juga disebut sebagai sebuah mahzab di mana akarnya berasal dari fenomena-fenomena yang umum dan berulang-ulang dalam masyarakat yang nantinya akan menghasilkan sebuah generalisasi dari fenomena tersebut. Sehingga dapat dikatakan jika positivistik berangkat dari logika perpikir deduktif yaitu dari hal umum menuju hal yang khusus.  Di mana positivistik merupakan awal dari lahirnya penelitian kuantitatif yang menggunakan data nominal dari fenomena yang ada di masyarakat.
Dari pemaparan tersebut dapat kita jelaskan lebih detail mengenai alur teori fakta sosial Durkheim dapat dikategorikan sebagai teori positivistik. Seperti yang kita ketahui bahwa studi bunuh diri yang dilakukan Durkheim merupakan cara bagaimana teori dihubungkan dengan suatu studi kasus yang berkembang di masyarakat. Durkheim mengamati fenomena bunuh diri seseorang yang dikaitkan dengan faktor kondisi sosial kolektif yang ada disekitar pelaku bunuh diri. Durheim juga mengakui jika memang individu mempunyai alasan pribadi dalam melakukan bunuh dir. Akan tetapi, alasan tersebut tidak begitu dominan dalam menjelaskan masalah bunuh diri yang ada. Sehingga Durkheim tidak memusatkan perhatiannya pada sebab mengapa individu melakukan bunuh diri tapi lebih mengkaji pada perbedaan jumlah bunuh diri setiap negara (misalnya antara agama satu dengan agama yang lain). 
Dalam penelitiannya, Durhkeim menyimpulkan 4 jenis bunuh diri di mana hal tersebut dipengaruhi oleh dua fakta sosial yaitu sistem integrasi dan regulasi. Integrasi merujuk pada kuat atau lemahnya suatu hubungan antara yang satu dengan yang lain. Di mana Durkheim mengasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat integrasi maka semakin rendah tingkat bunuh diri yang ada. Durkheim menyebut ini dengan Bunuh diri Altruistis di mana bunuh diri dilakukan ketika tingkat integrasi sangat kuat. Misalnya seorang teroris dengan anggapan mati syahidnya dan bunuh diri yang dilakukan oleh para pengikut pendeta Jones. Selanjutnya, Durkheim menyebut dengan bunuh diri Egoistis di mana bunuh diri dilakukan karena tingkat integrasi rendah sehingga tingkat bunuh diri cenderung tinggi. Di sini Durkheim melihat pada kelompok masyarakat yang setiap individunya memiliki interaksi yang rendah.
Kemudian, Durkheim melihat dari faktor regulasi. Regulasi ini bertindak pada persoalan perturan-peraturan yang ada di masyarakat. Durkheim menyebutnya dengan bunuh diri Anomik yaitu bunuh diri yang dilakukan karena tingkat regulasi yang rendah. Kemudian bunuh diri Fatalistis di mana tingkat bunuh diri yang ada dilakukan karena tingkat praktik regulasi yang kuat.
Dari sinilah kemudian Durkheim dapat memperkuat teori yang ia bangun dengan penelitiannya tentang fenomena bunuh diri di mana fenomena tersebut pada umumnya di asumsikan sebagai masalah pribadi.  Dari fenomena tersebut Durkheim menggeneralisasikan bahwa fakta sosial yang ada di masyarakat sangat berpengaruh dalam kehidupan setiap individu sehingga menjadi pusat kajian sosiologi. Di mana fakta sosial tersubut mampu mengontrol, mengatur, menentukan kehidupan individu dalam masyarakat. Dari penjelasan tersebutlah mengapa teori fakta sosial dikategorikan sebagai teori positivistik. Teori tersebut berangkat dari suatu fenomena di masyarakat dan di perkuat dengan suatu observasi atau pengamatan dari masalah yang tumbuh di masyarakat.

Daftar Pustaka
Ritzer, George dan Douglas Goodman. 2014. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Giddens, Anthony, dkk. 2004. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta:          Kreasi Wacana.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS